Bahagia Itu: Sederhana atau Tidak Sederhana?

06.07

Sekitar 2-3 minggu yang lalu, saya dengan iseng membuat survey di instagram saya mengenai kebahagiaan. Surveynya saya lampirkan dibawah ini:


Ada 60 orang yang menjawab survey ini dan hasilnya 75% orang menjawab bahwa bahagia itu sederhana, sedangkan 25% orang mengatakan bahwa kebahagiaan itu tidak sederhana. Diantara kedua jawaban tersebut, tidak ada yang salah. Kebahagiaan adalah hal sederhana yang tidak sederhana. Memang kita sering mendengarkan bahwa bahagia itu sederhana akan tetapi pada kehidupan sehari-hari tidak selalu sesederhana seperti yang ada dipikiran kita. Kebahagiaan membutuhkan suatu usaha yang konkrit untuk mencapainya. Hal ini saya dapatkan setelah menonton presentasi Katarina Blom di TEDx, beliau mengatakan “You Don’t Find Happinness, You Create It”. Kebahagiaan tidak hanya didapatkan dari sekedar berpikir positif saja. Otak kita senang untuk berpikir dan hampir setengah (46,9%) waktu kita dalam sehari dipakai untuk mindwandering. Sehingga sangat sulit dan hampir mustahil untuk mempertahankan pikiran kita untuk selalu berpikir positif. 

We need to take positive actions. Kebahagiaan adalah suatu hal yang sangat subjektif dan hanya diri kita sendiri yang paham betul kapan kita merasa bahagia. Oleh karena itu setiap orang memerlukan cara dan usaha yang berbeda-beda untuk dapat mencapai kebahagiaan. Namun ada satu prinsip yang dapat membantu kita untuk menentukan action apa yang harus kita ambil untuk memperoleh kebahagiaan yaitu action yang kita lakukan harus dapat menyimbangkan fokus kepada diri kita sendiri dan orang lain. Kadang kita perlu untuk bersikap selfish dan menaruh kebahagiaan diri sendiri diatas orang lain. Kita harus mencari kebahagiaan kita sendiri. We got to pick our happinness. Kita dapat mencoba menemukan hal-hal yang membuat kita bahagia dalam hidup kita. Kadang kebahagiaan dapat datang apabila bertemu seseorang. Kadang kebahagiaan dapat datang apabila kita membeli barang atau saat kita datang ke tempat tertentu. Temukan kebahagiaan kita dalam hal yang kecil atau sering kita anggap sepele dalam hidup kita. Seperti saya melihat langit sore sambil mendengarkan musik kesukaan saya saja sudah bahagia. 

Tapi kadang kita perlu mengesampingkan diri kita sendiri dan menaruh kebahagiaan orang lain diatas diri kita sendiri. Kita perlu memiliki sikap empati dan berbelas kasih (compassion) kepada orang lain. Berbelas kasih berarti kita menaruh perhatian kita kepada orang lain dan ingin membantu orang lain untuk memiliki keadaan yang lebih baik. Banyak penelitian mengenai manfaat dari melatih sikap berbelas kasih dan empati. Kemeny et al. membuat studi yang melibatkan guru sekolah perempuan yang dilatih dengan fokus pada mindfulness, empati, belas kasih, dan kepekaan terhadap emosi dalam diri seseorang selama 8 minggu. Mereka menemukan bahwa setelah pelatihan ini, ditemukan bahwa mereka yang mengikuti pelatihan menunjukan emosi positif yang lebih tinggi dengan emosi negatif. Hasil ini berbeda dengan signifikan dibandingkan dengan orang yang tidak diberi pelatihan. Mereka juga memiliki kemampuan yang lebih dalam mengenali emosi diri sendiri maupun orang lain yang merupakan prekursor dari sikap empati dan belas kasih. Pada studi yang lebih singkat yang dilakukan oleh Leiberg et al., pelatihan untuk memiliki sikap belas kasih selama satu hari saja dapat membantu peningkatan emosi positif dan memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk membantu orang lain dalam permainan. 

Mereka yang dilatih untuk memiliki sikap belas kasih dan empati menunjukan emosi positif yang lebih tinggi dibandingkan dengan emosi negatif. Jadi saat kita menaruh fokus kita kepada orang lain diatas diri kita, maka kita sendiri pun dapat merasakan kebahagiaan. Menyeimbangkan kedua hal tersebut adalah proses seumur hidup. Terkadang kita berhasil dan terkadang juga tidak. Kita tidak bisa menitikberatkan fokus kepada diri sendiri atau orang lain secara terus menerus. 

Bahagia itu tidak sederhana karena butuh usaha dan waktu yang panjang untuk mendapatkannya. 

Bahagia itu sederhana karena dapat dimulai dari hal-hal yang kecil. 

Cheers!

Sumber:

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images