Bad Geek : Part 4 : Didn't Expect That

04.32

Setelah melihat gambar itu, aku tidak bisa berhenti memikirkannya walau hanya sejenak. Ada peperangan yang sengit di dalam tubuhku, antara otak dengan hati. Antara logika dan perasaanku. Di otak ku berbicara bahwa aku tidak salah, sedangkan di dalam hatiku berbicara bahwa aku yang salah. Harus ada yang diselesaikan, dan yang terbesit dipikiranku cuma satu, meminta maaf dan memberitahu perasaanku yang sebenarnya.

Aku tidak mempunyai kontaknya sama sekali, aku coba mencari di twitter dan instagram tapi tidak ketemu, kebetulan aku punya teman yang sekelas dengan Timo. Tapi karena takut ketauan, aku mencoba mencarinya diam-diam di handphone temanku. Dia tidak punya akun media sosial apapun, dia hanya punya nomer telepon. Aku berusaha menghafalkannya dan mengucapkannya berulang-ulang di bibirku. Aku terburu-buru mengambil hp ku dan langsung memasukannya ke dalam daftar kontak.

Setelah itu, aku mencoba mengirim sms ke Timo.

-" Maaf waktu itu menyinggung perasaanmu.. Waktu itu aku hanya tidak suka melihat penampilanmu, aku suka kamu yang cupu dulu. Aku suka melihatmu memakai kacamata minusmu yang tebal itu dan ...." -

Belum selesai mengetik, handphone ku diambil oleh teman satu gengku, Ellena. "Clarissa! Kamu serius dengan semua ini?" "Tolong jangan bilang siapa-siapa, tolong jaga rahasia ini, len. Aku tidak mau seorang pun tau tentang hal ini." "Tidak mau, kalau disebar ini bakal jadi berita heboh di sekolah ini. Lihat teman-teman!! Clarissa suka dengan Timo!!" Ellena mulai berlari untuk menunjukan hp ku ke teman-teman satu gengku. Aku tidak bisa diam saja, aku berlari juga untuk merebut hp ku dari tangan Ellena. Tapi saat sudah dekat aku tertabrak oleh seseorang yang lewat dan aku pun terjatuh. Ellena berhasil menunjukan SMS itu ke gengku.

Dan seperti yang bisa diduga, berita itu menyebar dengan cepat ke satu sekolah. Setiap orang yang melihatku langsung mengejek, "Liat dia suka sama si freak Timo!! Dia pasti freak juga!!" "Jangan dekat-dekat dia, nanti kamu freak juga!!" Bahkan teman satu gengku juga menjauhiku. Sekarang bisa dikatakan bahwa aku menjadi pengganti Timo di sekolah ini. Aku tidak mempunyai teman lagi, bunga yang biasa diberikan kepadaku diganti oleh cacian yang silih berganti. Aku tidak kuat menghadapi masalah ini, aku serasa gila, aku tidak bisa berpikir bagaimana Timo bisa bertahan dengan situasi ini.

Karena aku tidak mempunyai teman di sekolah, aku mencoba mencari teman di luar. Aku mulai pergi ke club-club malam, dan aku mempunyai banyak teman disana. Aku jadi sering pulang subuh, bahkan pernah setelah dua hari aku baru pulang ke rumah tanpa kabar apapun ke orang tuaku. Orang tuaku sangat miris melihatku seperti ini, kami jadi sering berdebat dan puncaknya aku diusir keluar dari rumahku.

Aku mulai masuk ke zona seks bebas, pertama aku melakukannya karena penasaran saat mendengar cerita teman-temanku dan kedua karena butuh penghasilan cepat untuk kehidupanku. Kebetulan temanku punya kenalan om-om yang kaya, yang selalu memberi uang kepada temanku setiap kali dia memberi 'jasa' kepada om itu.

Dan setelah om ini, aku berlanjut memberikan jasa kepada om-om yang lain. Tidak hanya om-om saja, yang meminta 'jasa'ku juga banyak dari kalangan muda. Orang tua-ku tidak tahu menahu soal semua ini, sampai suatu ketika aku disewa oleh seorang om yang ternyata adalah ayahku sendiri. Aku sangat shock saat mengetahui fakta tersebut, ayahku juga sangat shock saat mengetahui kalau wanita yang disewanya adalah anaknya sendiri.

Aku stress berat. Aku menangis di apartemenku. Aku tidak menyangka bahwa mencintai seseorang bisa membawaku sejauh ini, sampai mengenal kebohongan yang selama ini disembunyikan oleh ayahku. Karena tidak tahan, aku mencoba bunuh diri. Cara yang terpikirkan olehku hanyalah memotong urat nadi di tanganku. Aku pun langsung mencari silet di mejaku, setelah menemukannya aku masuk ke bathtub dan memotong pergelangan tanganku.

Sayangnya aku tidak mati. Teman satu apartemenku datang sesaat setelah aku memotong urat nadiku. Ia segera meminta pertolongan dan dengan cepat aku dibawa ke UGD. Sekarang kisah itu dirangkum dalam sebuah bekas jahitan 2,5 cm di pergelangan tanganku. Setiap kali aku melihatnya, selalu terbayang semua kisah itu.

Kejadian ini lantas tidak merubah rutinitasku, aku tetap memberikan 'jasa' kepada orang yang siap membayarku. Pekerjaan ini terasa menjadi kebiasaan karena sudah lama sekali aku melakukannya, sekitar 10 tahun. Waktu tak terasa berlalu.

Sekarang aku akan memberikan jasaku kepada salah satu pengusaha dari Inggris. Aku disewa oleh seorang pengusaha yang akan berhubungan bisnis dengannya, aku berperan sebagai 'hadiah kecil'nya.

Setelah bertemu dengannya, aku dibawa masuk ke kamar hotel. "Silakan masuk, nona." Orang ini memiliki tata krama yang baik rupanya. Kalau dilihat-lihat dari wajahnya, orangnya mungkin seumuran denganku. Baru kali ini aku bertemu klien yang seumuran denganku, ini pasti menyenangkan.

Dari logatnya, sepertinya ia berasal dari sini. Karena ia begitu fasih berbahasa Indonesia, tidak seperti bule-bule lain yang logatnya masih belepotan. "Perkenalkan, namaku Clarissa. Nama kamu siapa?" Sapaku untuk membuka pembicaraan. "Namaku Timo, mau minum champagne?" Ia berkata sambil membuka sebuah botol champagne.

"Boleh juga.." lalu dia memberikan aku segelas champagne, "cheers!" Kamipun mengadukan gelas kami, lalu meminumnya. "Bagaimana kalau love shot? Itu akan menyenangkan.." tambahku, "why not??" Akupun mulai menyilangkan tanganku dengan tangannya, lalu meminum segelas champagne itu.

Dia tidak seperti klienku yang sebelum-sebelumnya, ia banyak bertanya tentang diriku instead of having sex with me. Ia banyak bertanya tentang bagaimana masa laluku, dan entah kenapa aku merasa tidak canggung untuk berbagi masa laluku dengannya. Aku menceritakan semua masa laluku dengannya, mulai dari orang tuaku bahkan tentang Timo.

Entahlah, aku juga tidak mengerti terhadap diriku sendiri. Kenapa aku tidak merasa canggung saat berada dekat dengannya, kenapa aku merasa nyaman saat berbicara dengannya. Aku tidak bisa menjawab semua pertanyaan itu. Biasanya aku tidak pernah bercerita sejauh itu kepada klienku.

...

Tidak terasa kita mengobrol sampai larut malam, bahkan saat bercerita aku sampai mengeluarkan air mata. Dia dengan lembut mengelus rambutku dan menyenderkan kepalaku di pundaknya. Mencium bau parfum miliknya membuatku semakin nyaman sekaligus berdebar-debar. Aku tidak pernah mempunyai perasaan khusus kepada seorang-pun klienku, sudah 10 tahun aku melayani jasa orang-orang dan tidak pernah sekalipun jatuh cinta kepada mereka.

Setelah itu kami tidur, without having sex. Aku seperti tidak bekerja hari itu.

Keesokan harinya aku diantar pulang oleh Timo. Dia mengajakku bertukar kontak dan aku menyanggupinya. Setelah itu aku melambaikan tangan untuk mengucapkan selamat tinggal padanya, ia membalas melambaikan tangan dari mobil. Di apartemenku, aku terus memikirkan kejadian semalam. Jantungku terus berdetak dengan kencang dan itu membuatku takut karena sepertinya aku menyukainya, dan aku tidak bisa menahannya.

Malam harinya ia mengirim satu pesan untukku,

- "Bisa keluar sebentar?" - Katanya,

- "Why not?" -

Kuketik pesan itu dan menyentuh tombol send. Lalu ada satu pesan yg masuk lagi,

- "Aku sudah di luar, jangan buru-buru. Take your time." -

Setelah membaca itu aku langsung buru-buru make up, memilih baju mana yang akan kupakai dan langsung terburu-buru menaiki lift.

Lantai 10.. lantai 9.. lantai 8.. waktu terasa begitu lama. Jantungku berdetak semakin kencang, aku sangat gugup. Di lift aku mengepal-ngepalkan tanganku yang berkeringat. Lalu bel berbunyi, tanda aku sudah berada di lantai 1.

Saat aku keluar dari lobby, aku melihat Timo menyambut dengan sebuah senyuman kecil, dan membukakan aku pintu. "Selamat malam Clarissa, kamu  cantik sekali malam ini." Senyuman kecil mengembang di mukaku, disertai dengan memerahnya wajahku.

Ia mengajakku dinner di restoran ternama di Jakarta pusat. Sesampainya disana, seorang pelayan membukakan pintu dan menuntun kami ke sebuah meja yang telah di reserved. Timo menarikkan aku kursi, lalu kami duduk berdua. Disitu kami bercerita tentang banyak hal dan semakin mengenal satu sama lain.

Aku baru tahu ternyata 10 tahun yang lalu ia baru pindah ke Inggris. Lalu dia memperlihatkan fotonya 10 tahun yang lalu. Aku langsung terkejut. Aku tidak percaya apa yang aku lihat.

"Tidak kah aku mengingatkanmu akan seseorang, Clarissa?" Katanya sambil mengenakan kacamata yg dulu dipakainya.

Bersambung..

You Might Also Like

0 komentar

Popular Posts

Like us on Facebook

Flickr Images