Bad Geek : Last Part : The Problem Fixed (Timo's POV)
03.28Gue mempersilakan dia untuk masuk ke kamar hotel yang udah dipesan. Gue menuangkan segelas champagne untuknya dan meminumnya bersama. Kami bahkan melakukan love shot, gerakan yang cukup aneh untuk menunjukan kemesraan menurutku. Seperti burung yang ingin kawin saja.
Itu hanya sambutan awal saja. Gue berencana menanyakan apa saja yang terjadi padanya selama 10 tahun ini. Gue perlu tahu semuanya untuk bisa mengetahui apa saja yang bisa gue manfaatin untuk balas dendam, gue berhati-hati agar dia tidak tahu identitas asli gue. Pertama gue mencoba untuk bertanya hal-hal yang kecil dan sepele, hanya sebagai basa-basi saja. Lalu gue baru masuk ke topik inti. Tidak disangka, ternyata dia orangnya bodoh banget. BODOH. Kenapa? Karena dia berani membuka semua uneg-unegnya ke gue. Dia cerita kalau dia masuk ke pergaulan bebas dan jadi PSK. Bahkan dia cerita tentang keluarganya yang rusak.
Semuanya bisa gue manfaatin.
Tapi gue kaget saat dia berkata, "Aku begini semua karena aku mencintai seseorang." "Kalau boleh tahu, siapa dia?" "Kamu tidak mungkin mengenalnya, Timo. Aku hanya akan memberi satu petunjuk, dia punya nama yang sama denganmu."
Tak lama setelah berkata begitu, sebutir air mata mengalir di pipinya. Gue mencoba untuk menenangkan dirinya dengan mengelusnya dan menyandarkan kepalanya di pundakku. Aku tak percaya apa yang baru saja kudengar. "Dia pergi ke luar negeri setelah aku menolaknya. Jangan-jangan kamu Timo yang dulu aku kenal. Tapi pura-pura menyamar hahahahaha. Tapi tidak mungkin, dulu dia berkaca mata dan wajahnya cupu sekali." Gue hanya menjawab dengan ketawa yang canggung.
Lalu kami tidur. Gue tidak berhubungan seks dengannya sama sekali karena di kepala gue masih terbayang semua yang tadi gue dengar. Bahkan sampai terbawa dalam tidur gue. Gue hanya duduk di ranjang sambil menatap ke arah jendela, melihat keadaan malam kota Jakarta. Macet pada siang hari digantikan dengan kesunyian malam, tak pernah kulihat Jakarta setenang dan sesantai ini. Sesekali aku melihat ke Clarissa yang sudah terlelap. Gue menatap wajahnya, dan aku melihat sebuah jahitan kecil di pergelangan tangannya, menandakan bahwa ia sudah pernah mencoba untuk bunuh diri. Semalam gue berpikir, apa yang bisa gue lakukan untuknya.
....
Tak terasa matahari sudah terbit dari arah timur Jakarta, sinarnya membangunkanku dari pikiran semalam. Clarissa masih terlelap, gue membiarkan dia dulu sementara gue mulai bersiap-siap. Selesei mandi ternyata dia sudah bangun. "Selamat pagi, Clarissa. Tidurmu nyenyak semalam?" "Sangat nyenyak. Aku merasa tidak ingin meninggalkan kasur ini." "Ayo cepat bersiap. Kita sarapan lalu aku akan memulangkanmu ke rumahmu."
Sarapan hotel yang seharusnya enak menjadi hambar di lidah gue, situasinya berbeda dengan Clarissa, dia makan dengan lahap menandakan kalau dia sudah tidak memikirkan peristiwa semalam. Setelah sarapan, gue mengantarkannya pulang ke apartemennya. Dalam perjalanan pulang gue hanya diam saja, memikirkan semua yang diceritakannya kembali. Keheningan itu dipecahkan oleh suara pak Sugeng.
"Den, kok wajahnya sedih gitu? Lagi ada masalah ya?" "Enggak kok, pak." Jawab gue singkat. "Ah, den ini suka ngawur. Wajahnya aja keliatan kalau lagi mikirin sesuatu. Lagi mikirin cewek tadi ya mas?" "Enggak kok, pak." Sebenarnya iya.
"Kalau soal cewek gitu sih saya jagonya, den. Saya dulu ini laris lho di kalangan para cewek-cewek desa. Mantan istri saya aja kembang desa, den." "Maaf pak, mantan istri?" "Iya den, saya sudah cerai dengan istri saya. Dulu waktu kami menikah, saya tidak pernah memperlakukan istri saya dengan baik den. Saya sering mukulin dia, sering membentak dia, tidak pernah ngurusin dia. Akhirnya dia minta kita cerai dan sekarang dia sudah bahagia sama laki-laki lain mas. Saya jadi supir ini juga sebagai penyesalan, kenapa tidak bisa mencintai dia sepenuh hati. Saya seharusnya bisa, tapi tidak saya lakukan, saya malah memperlakukan dia dengan tidak baik. Maka dari itu den, kalau den masih punya waktu untuk mencintai seseorang pergunakanlah dengan baik, jangan kayak saya dulu, malah menjahati istri saya sendiri hehehehehe."
Gue terpaku mendengar cerita pak Sugeng tadi. Tapi ada senyuman tipis yang mengembang di wajah gue.
Gue tahu apa yang harus gue lakuin.
"Pak, bisa tolong antarkan saya ke alamat ini?" Seraya gue mengasih kertas bertuliskan sebuah alamat, itu adalah rumah lama gue. "Saya pingin ketemu orang tua sekalian mau mengambil sesuatu." "Siap, den." Perjalanan itu tidak memakan waktu yang lama karena lokasi apartemen Clarissa dengan rumah orang tua gue tidak beda jauh.
"Halo, pa.. Halo, ma.." orang tua gue keluar untuk menyambut gue yang sudah lama berpisah dengan mereka, mama gue langsung mencium pipi gue. "Kamu kok ga mampir kesini dulu sih? Udah lupa mama sama papa ya?" "Enggak, ma. Cuma dari kemaren sibuk ngurusin bisnis aja." "Ya udah ayo masuk." Kata papa gue dengan wajah tersenyum.
Di dalam sudah ada masakan kesukaan gue. Nasi Rames, yang tidak pernah gue makan selama 10 tahun. Tanpa pikir panjang gue langsung makan dengan lahap. Setelah selesei makan, gue dan orang tua gue berbagi cerita masing-masing dengan singkat.
Setelah itu, gue masuk lagi ke kamar lama gue. Masih ada foto gue waktu jaman SMA dulu, disamping itu terletak kacamata gue yang tebal, sekarang gue udah memakai contact lens. Gue mengambil foto dan kacamata itu dan membersihkan keduanya dari debu-debu tipis yang menyelimutinya. Gue ingin membuka identitas asli gue malam ini.
...
Gue segera menghubungi Clarissa untuk mengajaknya makan malam. Gue udah bersiap di depan apartemennya, lalu mengirim SMS kepadanya. Sambil menunggu dia bersiap, gue merasa gugup sekali. "Kok gugup banget to, mas? Kaya pertama kali kencan aja hahahahaha." "Hahahahaha" INI MEMANG KENCAN PERTAMA GUE, KAMPRET! Gue tidak pernah kencan sama seorang cewek pun selama gue di Inggris. Jadi jelas, gue sangat gugup.
Lalu dia datang, dengan menggunakan dress dan hak 10 cm dia keluar dari apartemennya. Dia cantik sekali. Gue segera keluar untuk menyapanya dan membukakan pintu untuknya. Sesampainya di restoran, gue dan dia berbincang-bincang banyak sekali dan lebih mengenal dia tentunya. Lalu ada momen diam di antara kita, dan gue berinisiatif menunjukan foto waktu SMA dulu. Dia terlihat kaget, gue juga memasang kacamata gue yang lama supaya dia bisa mengingat gue dengan lebih jelas.
"Timo? Ini benar Timo yang dulu?" "Iya Clarissa, aku Timo yang dulu pernah suka denganmu." Dia pun langsung bangkit berdiri dan bergegas keluar dari restoran. Gue segera mengejarnya. "Clarissa, tunggu!!" "Jangan dekati aku lagi Timo. Aku tanpa kamu sudah baik-baik saja! Kalau kamu dekat-dekat lagi, hidupku akan rusak lagi!"
"Lihat dirimu Clarissa, kamu tidak baik-baik saja. Maafkan aku sudah membuatmu menjadi seperti ini. Tolong berikan aku kesempatan untuk membereskan semua ini." "Tidak Timo sudah cukup." "Aku mencintaimu Clarissa. Tidak bisakah aku menebus kesalahanku dengan lebih mencintaimu lagi? Aku tidak akan meninggalkanmu lagi dalam keadaan sesulit apapun, asal ada tanganmu di atas tanganku." Gue mengulurkan tangan gue ke arahnya, tapi dia terpaku diam.
"Ayo lah Clarissa. Berikan aku.." bibir tipisnya sudah mendarat di bibirku. "Apakah ini sudah cukup untuk membuatmu tinggal disini?" "Lebih dari cukup" lalu bibir gue mencium bibirnya lagi.
Tamat.
0 komentar